Jumat, 21 Agustus 2015

Menguak Iman Terindah pada Sejarah Kurban


Rasulullah menegaskan,“Barang siapa mempunyai kemampuan, namun ia tidak (mau) berkurban, maka janganlah sekali-kali ia mendekat ke mushalla kami.”
(Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 2532 dan Ibnu Majah II: 1044 no: 3132).

Ucapan Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam pada hadits di atas sangat jelas, tegas terucap pemutusan hubungan antara beliau dengan orang yang mampu namun tidak mau berkurban.

Dalam kitab As-Sailul Jarrar disebutkan:Wajhul istidlal (arah pengambilan dalil) dengan hadits di atas, yaitu bahwa tatkala Nabi saw. melarang orang yang mampu berkurban mendekat ke mushalla bila ia tidak mau berkurban, hal tersebut menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan suatu kewajiban. Maka, seolah-olah sama sekali tak ada faedahnya bagi seorang hamba mendekatkan dirinya kepada Allah dengan mengerjakan shalat namun meninggalkan kewajiban ini.

Hal ini menegaskan bahwa tidak ada pemisahan dalam beribadah, harus menyeluruh, tidak meninggalkan sebagian dan mengambil separuhnya saja. Belajar dari bapak para Nabi, bacalah Qur’an Surat As-Shaffat ayat 100-109 yang menjelaskan hal tersebut.

Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh. Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail). Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku   termasuk orang yang sabar.” Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah   Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.. Sungguh Kami memberi balaasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini merupakan suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Selamat sejahtera bagi Ibrahim.”

Itulah Ibrahim dan Ismail; “Sami’na wa atha’na!”: dengar lalu taati. Generasi pilihan, generasi para Nabi dan Rasul.

Kisah sebelumnya telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Maidah [5] ayat 27, "Ceritakanlah kepada mereka kisah tentang dua anak Adam (Habil dan Qabil) dengan benar tatkala mereka (masing-masing) berkurban satu kurban, lalu diterima dari seorang di antara mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lainnya (Qabil). Ia berkata (Qabil), 'Aku pasti membunuhmu!' Berkata Habil, 'Sesungguhnya Allah hanyalah menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa."

Berkurbanlah seperti Nabi Ibrahim, luruskan niat untuk Allah semata, bukan jutaan rupiah dan harta benda melainkan nyawa anak tercinta sebagai bukti untuk-Nya. Berikan yang terbaik seperti Habil bukan menyembunyikan yang terbaik seperti Qabil dan memberikan yang buruk.

Berebutlah yang terbaik seperti Abu Bakar dan Umar, bukan dalam perkara kurban malah, melainkan mereka berebut dalam berbuat baik seperti infaq.

Rasulullah bertanya kepada Umar, “Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu? Umar berkata, Aku tinggalkan separuh dari seluruh hartaku.” Lalu Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar, “Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu” Dan Abu Bakar menjawab, “Aku tinggalkan Allah dan Rasul-Nya.”

Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berkurban yang hanya dalam waktu satu tahun sekali? Bukankah kita mampu? Padahal para Nabi, Rasul dan Para sahabat berjual beli dengan Allah tak hanya harta, namun jiwa dan raganya!

Hadits dari Zaid ibn Arqam, mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Kurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR. Ahmad dan ibn Majah)

Senin, 25 Agustus 2014

Meng-Konsumsi Kebodohan


Tahukah padahal semua kejahatan sedang mengerumunimu, mengecilkan nyali dan menghilangkan pikir denyut nadi yang hampir lupa berdetak. 

Sementara kita si empunya berpesta pora, nikmati waktu yang sebentar lagi berkata menunjuk muka ; bodoh!

Tidakkah kita menyeka darah saat luka-luka menganga Rohingya berleleran? Lupakah saat Suriah menjelma neraka saat syi’ah berpesta di atas daging-daging mulia saudara kita? Dan di negeri ini masjid-masjid dirobohkan, gereja berlomba didirikan, bersamaan dengan itu semua munafik dan kafirin berlomba menguasai setiap jengkal bumi hasil nyawa syuhada; di pemerintahan, militer, pendidikan, dan kita?

Kitalah air hujan di atas daun perdu? Berlarian kesana-kemari, bening namun keruh pikir, kemudian jatuh. Tak banyak yang tertangkap, dan jatuhnya menghidupi umbi yang tak semua bisa dikonsumsi.
Kita sibuk memikirkan hal bodoh sementara setiap busur mulai di pusatkan di jantung, urat leher, hati dan retina kita. Sementara kita? Berlomba puaskan mata, penuhi perut dan hiasi sampul tubuh yang tak juga berkesudahan, padahal ia akan dilamun liang dan menyetubuh; dalam tanah!

Dan mata ini buta melihat kebenaran yang sesungguhnya, menafikan ulama jujur namun agungkan ‘ulama’ kufur? Jantung hati kita tak lagi merasa, nikmati saja setiap nafsu yang penuhi rongga dada dalam amarah karena menilai saudara seiman yang salah sedikit tanpa maaf; gila!

Kita jadi mesra dengan artis yang khotbah dari pagi-kepagi, ingat semua ucap, lekat di langkah-tampil-pikir-nista-hingga kematian kita menjelmanya.

Kita ini apa? Kitakah photocopy yang sama buruknya namun lebih kabur, lebih murah dan sampah. Hanya seperti inikah kita?

Bekasi, 25082014

Senin, 18 Maret 2013

Malam 24.00

Ini berarti waktu hari ini habis setengah. Kenapa? Saya pakai waktu system Islam soalnya. Dalam Islam pergantian waktu itu saat maghrib habis menjelang.

Oke permasalahannya bukan pergantian waktu, hidup ini semakin hari semakin berkurang. Dalam segala tataran ada yang berusaha menukarnya pada bertambahnya usia.

Tahukah bahwa di belakang sana ada satu malaikat yang senantiasa mengawasimu perihal jatah waktu. Itu berarti setiap detikmu begitu berharga. Siakan sedetik rugi, siakan sebulan apa lagi.

Tak peduli siapa kamu, kerut di wajah, mata yang lelah, dan punggugung yang tak lagi tegak adalah bukti waktumu kian digerogoti usia.

Tak bisa tidak, janji hidup, janji kematian dan sejengkal demi sejengkal kita akan semakin dekat dengan rumah abadi. 

Aku, kamu dan siapa pun? Semua akan kembali dalam waktu habis berapa kali 24 jam.

Tak usah pikirkan kapan kamu akan mati, pikirkan sedang apa kamu akan kembali, ini berarti bicara pada konteks istimroriyah 'amal.

Semakin sering kamu amalkan, semakin sering kamu jumpai di akhirnya. Semoga kita berjumpa di jannah-Nya.


11.59, @haden_27
HasbunAllah wani'mal waqiil, ni'mal maula wani'man nashiir.
Menuju Juni

Senin, 25 Februari 2013

Pagi #:D

dede vizza adelia rachma

Saya selalu senang pagi saat duha, kenapa ya? Bawaanya selalu aja bahagia, entah ada masalah atau enggak saya selalu plong dan pengen tersenyum.

Ini karena efek cinta #Loh, cinta kepada yang Maha Segalanya guys.

Saya suka sama temen yang bilang ; kalau pagi itu kudu bahagia! Tapi memang bener sih, karena pagi awal kita meraih segalanya, atau bahasa kerennya; Langkah Pertama kita Menjejak! Hehe..

Yang jelas, rasa rindu #eh dan yang lainnya terkumpul di pagi hari kecuali rasa galau, nah loh.

Yuk kerja, biar tambah bahagia, tapi inget istri, #Ummm... ini sebenernya bahas apaan sih?

Yaudah intinya semangat dan terus berbahagia. :)

Saya


Menjelaskan? 

Setiap kali mengurai hidup, saya selalu bertanya-tanya tentang; saya. Seperti berartikulasi, tapi tidak jelas; intrupsi.

Sekali lagi saya bertanya pada; saya. Saya takut dzhalim. 


"Ya Allah; cukupkan dengan halalMu dari yang haram; cukupi dengan karuniaMu dari selainMu." (Salim A Fillah)

Saya hanya sejumput ilalang di debu pegunungan, seolah tinggi namun tak berarti. Saya pun hanya waktu senja, gelap namun tak tergubris. 

Ini muhasabah dari yang bertanya; saya. Biarkan saya berguna.

2.18

Rabu, 25 Januari 2012

Origami

Aku seperti bukan makhluk bernyawa
Kadang bias, atau memang hanya kertas lipat tak guna?
Diam lalu beku
Aku dan sesunyi pagi, yang ingin berkata tentang lukaku padamu
Agar kau sadar, atau aku yang inshaf
Atas kesalahan ini milikku atau milikmu

Seperti batu
Seperti pahat
Seperti waktu yang tak kunjung berbalik kembali

Dimana aku kini berpijak? Dimana aku menulis kata-kata agar semua jelas
Bukan teronggok di atas meja hijau, lalu semua tontoni rasaku yang makin perih

Ah, aku ingin terbang sungguhan
Bukan mimpi saja
Atau hanya bisa pandangi langit biru yang buatku semakin ragu
Dapatkahku mengankasa dan tinggalkan ini semua?

Graha Pesantren Entrepreneur
11.45
ya Rabbi betapa aku bersyukur selalu memilikimu

Muhasabah : Waktu dan lajunya

Tak terasa, waktu mengajak kita hingga kita hadir sebesar ini. Seperti belum terasa lama kita di lahirkan bukan? Sepertinya baru kemarin lulus taman kanak-kanak, sekarang sudah bekerja. Itulah waktu tak mau urusan dengan kita yang lalai, tak mau urusan dengan kita yang lupa padanya. Dan dengannya kita berada pada titik bahagia atau menderita.

Pepatah arab mengatakan bahwa; "Waktu adalah pedang!"

Hal ini berarti bahwa waktulah pembunuh kehidupan, kesenangan, dan semua impian yang membentang. Banyak orang yang muda pun akhirnya ber-nisan- di tengah tanah lapang pemakaman.

Nafasku, nafasmu, nafas kita semua berada pada titik waktu yang telah ditetapkan.

Agendakan semua hidupmu, rincikan semua rencanamu. Mulai tahun, bulan, dan hari yang akan kau lalui nanti.

Tulis agendanya, jangan di pikirkan saja karena pasti kita akan lupa. Tempelkan pada tempat yang sering kita melihatnya agar kita menjadi lebih bersemangat mengerjakan agenda-agenda yang telah kita buat.

Jadikan umur produktif kita lebih panjang agar kita akhirnya bisa hidup lebih lama.

Wal ashr!
Prima Harapan Regency
9.28